Sinopsis Novel Hujan Bulan Juni
Sinopsis Novel
Hujan Bulan Juni
Judul : Hujan Bulan Juni
Pengarang : Sapardi Djoko Damono
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit :
2015
Tebal : 135 halaman
Novel ini menceritakan tentang Sarwono dengan kekasihnya yang bernama pingkan
yang tak lain adalah adik dari temannya sendiri, Toer. Mereka sama-sama seorang
dosen muda yang mengajar di UI, yang membuat cinta mereka bertemu dan semakin
berkembang. Bedanya Sarwono mengajar antopologi sedangkan pingkan mengajar
prodi jepang di UI yang membuat mereka bertemu dan cinta mereka semakin
berkembang. Namun, hubungan diantara keduanya banyak sekali perbedaan baik dari
suku, budaya, ras maupun agama, membuat banyak sekali yangtidak setuju
dengan hubungan mereka, khususnya
keluarga besar pingan sendiri.
Sarwono merupakan asli jawa dari solo, sedangkan pingkan keturunan
Jawa-Manado, ibu pingkan orang Jawa yang lahir di Makassar dan ayahnya asli
Manado. Keluarga pingkan menginginkan agar pingkan menikah dengan orang Manado
sajaterlebih usulan dri tante Henny, tante yang sangat denga pingkan,yang
menyruhnya agar menikah dengan dosen muda bernama Pak Tambelaka yang baru sja
meyelesaikan studi MA di Amerika dan mengajar di UNSRAT. Pingkan tidak
menyetujuinya dan tetap mempertahankan hubungannya dengan Sarwono, bahkan jika
mereka menikah, dia akan tinggal di Jakarta bersama Sarwono. Meskipun banyak
perbedaan didalam hubungan keduanya, mereka tidak pernah mempermasalahkan hal
tersebut.
Hati Sarwono merasa cemas, gelisah saat mendapati bahwa pingkan
akan pergi ke Jepang untuk meyelesaikan kuliahnya. Terlebih saat Katsuo
mahasiswa Jepang yang belajar sejarah masa pendudukan Jepang di Program
Pascasarjana yang popular dikalangan cewek kampus yang kabarnya akan mengajar
di Universitas Kyoto, tempat pingkan belajar nanti. Sarwono takut jika Pingkan
akan meninggalkannya dan tidak akan kembali lagi atau akan berpaling darinya.
Dan Sarwono lebih khawatir Pingkan menghilangkan rasa sepinya dengan mahasiswa
Jepang di Kyoto.
Ibu Pingkan, Ibu Pelenkahu yang awalnya tidak menyetujui hubungan
keduanya, akhirnya menyetujui juga hubungaan Sarwono dengan Pingkan. Setelah
keberangkatan pingkan ke Jepang, mereka tidak dapat bertemu serperti biasanya,
meskipun demikian mereka tetap lancar berkomunikasi lewat WA. Pingkan selalu
mengirimkan foto selfie yang secara tidak sengaja nampak wajah Katsuo
dibelakangnya membut Sarwono terbakar api cemburu, sehingga Sarwono jarang
sekali membalas WA dri pingkan. Komunikasi keduanya yang awalnya lancar menjadi
tidak lancar seperti biasanya. Sarwono mengikuti kegiatan penelitian lapangan
bertubi-tubi yang ditugasi kepadanya. Dan juga menuntut ditugasi, Kaprodi ikut
dalam setidaknya dua penelitian sekaligus. Hal ini diperlukan Sarwono selain
untuk mengisi rekeningya juga dia berharap agar bisa membantu sejenak melupakan
Pingkan dalam kecemburuannya. Dan tetap berpikir positif bahwa Pingkan akan
selalu setia kepadanya.
Selama liburan musim panas, Pingkan kembali ke indonesia sekaligus untuk menjadi guide rombongan mahasiswa Jepang yang berkunjung ke Indonesia bersama dengan Katsuo. Pingkan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dan ketika sedang berjalan menuju ruang baggage claim, Pingkan mendapat WA dari Toer yang tak lain adalah kakaknya sendiri yang menyuruhnya untuk segera ke Solo. mula-mula Pingkan menduga ada apa-apa dengan ibunya, tetapi WAselanjutnya menjelaskan bahwa Sarwono sedang mengalami perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat. Ia segera menjelaskan hal itu kepada Katsuo, dan memintanya untuk mengurus para mahasiswa itu sendiri di Jakarta. Pingkan pun langsung terbang ke Solo waktu itu juga.
Sarwono hobinya selain membuat bait puisi dia juga suka sering merokok da nada flek di paru-parunya, menyebabkan dia terkena penyakit paru-paru basah. Sehingga ia harus melawan penyakitnya sendiri di Rumah Sakit disamping dia juga menahan rindunya kepada Pingkan. Saat Pingkan sudah sampai di Rumah Sakit, Pingkan bertemu dengan ibunya Sarwono, Bu Hadi. Dipeluknya Pingkan sambil dibisikkannya bahwa dokter melarang siapa pun menengok Sarwono sebab masih dalam kondisi kritis, dan meminta Pingkan untuk tetap tenang. Ibu Sarwono memberi Pingkan sebuah koran. Kemudian dibukanya, dilihatnya terdapat tiga bait sajak pendek disudut halamannya yang ditulis sendiri oleh Sarwono untuk diberikan kepada Pingkan. Demikianlah maka Surat Takdir pun dibacanya berulang kali tanpa ada yang mampu.
Komentar
Posting Komentar